SD Negeri 4 Purwokerto Lor

SD Negeri 4 Purwokerto Lor
Pemberian Sodaqoh Menjelang Idul Fitri 1432 H

Selasa, 19 Juli 2011

Pemberdayaan Umat dengan Wakaf Produktif

Kehadiran Islam di muka bumi adalah dalam rangka membebaskan umat manusia dari ketertindasan sistem struktur sosial yang selalu condong kepada hawa nafsu sesaat lagi hina. Serta penyakit psikologis yang dapat memberikan perubahan perilaku umat manusia kepada perusakan alam semesta dan manusia yang lain, akibat sikap serakah yang mereka miliki. Maka prinsip tauhid dan keadilan sosial harus hadir, agar kehidupan manusia dapat selamat di dunia dan akhirat sampai akhir hayatnya.

Islam merupakan agama sosial, ajaran-ajarannya selalu berorientasi kepada kemaslahatan sosial. Bila kita perhatikan, tidak satupun ibadah yang diperintahkan ataupun yang dilarang islam, tidak berorientasi kepada kemashlahatan sosial. Islam, sebagai agama universal (rahmatan lil’alamin) memiliki paradigma dan konsep tersendiri, ia sangat khas dan berkarakter visioner. Statemen ini dapat dibuktikan dari doktrin-doktrin dasar islam. Termasuk, bagaimana islam menerangkan fungsi kedudukan harta, cara dan etika mendapatkannya, memanfaatkan serta mengeluarkannya.

Pada dimensi vertikal, harta dipandang sebagai sarana, atau alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, harta bukanlah tujuan, sehingga tidak wajar bila dicari, dikejar dengan cara-cara tidak syar’i bahkan menjauhkan diri darinya. Sedangkan pada dimensi horizontal, harta berfungsi sebagai salah satu sarana mewujudkan bangunan masyarakat yang penuh dengan keadilan. Keharmonisan dan kesejahteraan. Dengan harta bukanlah sarana untuk pamer atau pemilah strata sosial suatu masyarakat, atau lebih jelek lagi sebagai pemicu kecemburuan sosial dan tindak kriminal.

Kelebihan harta yang dimiliki seseorang, hendaknya menjadi piranti positif, yang dapat digunakan dalam interaksi sosial untuk saling membantu dan tolong menolong. Karena kelebihan tersebut bukan hasil jerih payah manusia semata. Sebagaimana sesumbar Fir’aun yang sangat sombong dengan hartanya. Namun perlu disadari betul, bahwa ada campur tangan sang pemilik jagad raya ini, pemberian kelebihan harta tersebut, tentunya memiliki suatu tujuan dan hikmah tertentu.

Allah SWT memberikan isyarat dalam Surat (Az-Zukhruf:32): “Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu! Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. Demikianlah sindirian Allah SWT kepada kita untuk selalu menggunakan amanah harta dalam kehidupan dunia ini.


Lebih lanjut, islam juga membuat konsep terapan. Sebagai pijakan dalam upaya mendapatkan dan mengeluarkan harta, baik dari sisi cara, etika dan hal-hal lainnya. Secara global, Rasullah menjelaskan, pada hari kiamat nanti, tidak akan bergeser kaki seorang hamba sebelum ditanya empat perkara, satu diantaranya adalah tentang harta, bagaimana ia mendapatkannya dan kemana pula ia memanfaatkannya. Hadits itu harus dijadikan sandaran, untuk mengkaji secara mendalam. Segala hal yang berkaitan dengan dengan harta kekayaan.

Tuntutan Islam dalam mendapatkan harta, tidak hanya faktor kualitas yang diprioritaskan, namun juga yang lebih mendasar, harta tersebut bersifat halal. Baik ditinjau dari mendapatkannya maupun kondisi riil harta itu sendiri. Kemudian dalam mengeluarkan dan memanfaatkannya. Islam sangat konsen mengaturnya, supaya harta kekayaan dapat memberikan kebaikan secara umum dan tidak jatuh pada hal-hal yang bersifat mubazir dan maksiat. Karena dalam fiqh islam kita mengenal syariat zakat, baik zakat mal maupun fitrah, infaq, shadaqah biasa dan sedekah paten yang dikenal dengan wakaf .



Konsep Wakaf merupakan alternatif, bagi kehidupan berbangsa Indonesia saat ini yang mengalami keterpurukan ekonomi. Kesenjangan sosial akan semakin jauh jika praktek pengelolaan dan pemberdayaan zakat ataupun wakaf tidak terealisir di masyarakat. Kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di sebuah Negara yang kaya dengan sumber daya alam dan mayoritas penduduknya beragama islam, seperti Indonesia, merupakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus menanjak sejak krisis ekonomi pada 1997 hingga sekarang. Pengabaian atau ketidakseriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum Mustadh’afin yang tersebar di seluruh tanah air merupakan sikap yang berlawanan dengan semangat dan komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial.

Bila ditelaah secara mendalam, ditemukan bukti-bukti empiris bahwa pertambahan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bukanlah karena persoalan kekayaan alam yang tidak sebanding dengan jumlah penduduk (over population); akan tetapi karena persoalan distribusi pendapatan dan akses ekonomi yang tidak adil diakibatkan tatanan sosial yang buruk serta rendahnya rasa kesetiakawanan diantara sesama anggota masyarakat ataupun sebuah sistem pengelolaan dan pemberdayaan harta umat islam yang tidak transparan, akuntable dan tepat sasaran sehingga menyebabkan ketimpangan sosial yang paten diantara bangsa dan umat islam sendiri. Lingkaran kemiskinan yang terbentuk dalam masyarakat kita lebih banyak kemiskinan struktural, sehingga upaya mengatasinya harus dilakukan melalui upaya yang bersifat prinsipil, sistematis, dan komprehensif, bukan hanya bersifat parsial dan sporadis.

Zakat dan Wakaf merupakan pranata keagamaan yang memiliki kaitan secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah-masalah kemanusiaan, seperti pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial akibat perbedaan dalam kepemilikan kekayaan. Zakat dan Wakaf menghapus sumber-sumber kemiskinan meratakan kekayaan dalam arti standar hidup setiap individu lebih terjamin, sehingga mestinya tidak ada orang atau kelompok masyarakat yang menderita, sementara sebagian orang yang lain hidup berlimpah kemakmuran dan kemewahan. Salah satu tujuan Zakat dan Wakaf adalah mempersempit jurang perbedaan ekonomi dalam masyarakat hingga batas seminimal mungkin. Jika Zakat memiliki gagasan untuk menolong golongan lemah agar bisa tetap hidup untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya setiap harinya, maka Wakaf menduduki pada peran pemberdayaan mereka secara lebih luas untuk meningkatkan taraf hidup dari sekedar mencukupi sehari-hari.

Fakta di lapangan memberitahukan kepada kita, bahwa jumlah umat islam di Indonesia mampu menunaikan kewajiban zakat terus bertambah. Jika potensi ekonomi umat itu dikelola dan dikembangkan secara produktif, tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pengelolaan dan pendayagunaan Zakat ke dalam usaha produktif dilakukan tanpa mengurangi peruntukan dana zakat sebagai solusi mengatasi hajat kebutuhan jangka pendek, seorang Menteri Agama pada era Presiden Megawati pernah melontarkan pernyataan optimis bahwa dana zakat saja dapat mencapai 7,5 triliun per tahun. Terlepas dari otak-atik angka dan akurasi hitungan, kedermawanan kita memang menyimpan potensi besar. Sedangkan kalau digabungkan antara Zakat, Infak maupun Sedekah mencapai 19,3 Triliyun /pertahun.


Selain konsep zakat yang produktif itu, islam juga mengenal lembaga wakaf yang merupakan sumber asset yang memberi kemanfaatan sepanjang masa. Namun, Pengumpulan, pengelolaan, dan pendayagunaan harta wakaf produktif di tanah air masih sedikit dan ketinggalan dibanding negara lain. Begitupun studi perwakafan di tanah air kita masih terfokus kepada segi hukum fiqih, dan belum menyentuh manajemen perwakafan. Padahal semestinya, wakaf dapat dijadikan sebagai sumber dana dan asset ekonomi yang senantiasa produktif dan memberi hasil kepada masyarakat, sehingga dengan demikian harta wakaf benar-benar menjadi sumber dana dari masyarakat untuk masyarakat dan di masa depan akan dapat mensejahterakan umat.

Salah satu lembaga ekonomi islam yang sangat berperan dalam pemberdayaan ekonomi umat adalah wakaf. Dalam sejarah, wakaf telah memerankan peran penting dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Hal-hal yang paling menonjol dari lembaga wakaf adalah peranannya dalam membiayai berbagai pendidikan Islam dan kesehatan. Sebagai contoh misalnya di Mesir, Saudi Arabia, Turki dan beberapa Negara lainnya pembangunan dan berbagai sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dibiayai dari hasil pengembangan wakaf. Kesinambungan manfaat hasil wakaf dimungkinkan oleh berlakunya wakaf produktif yang didirikan untuk menopang berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Wakaf Produktif pada umumnya berupa tanah pertanian pertanian atau perkebunan, gedung-gedung komersial, dikelola sedemikian rupa sehingga mendatangkan keuntungan yang sebagian hasilnya dipergunakan untuk membiayai berbagai kegiatan tersebut. Bahkan dalam sejarah, wakaf sudah dikembangkan dalam bentuk apartemen, ruko dan lain-lain. Disamping apartemen dan ruko, terdapat wakaf toko makanan, pabrik-pabrik, dapur umum, mesin-mesin pabrik, alat-alat pembakar roti pemeras minyak, tempat pemandian, dan lain-lain. Wakaf Produktif ini kemudian dipraktekkan di berbagai Negara sampai sekarang. Hasil dari pengelolaan wakaf tersebut dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial ekonomi umat.

Salah satu bentuk wakaf produktif dalam ijtihad ulama masa kini adalah bentuk Wakaf Uang memang belum lama dikenal di Indonesia. Padahal Wakaf Uang (Wakaf Tunai) tersebut sebenarnya sudah cukup lama dikenal di dunia Islam, yakni sejak zaman kemenangan dinasti mamluk, para ahli fikih memperdebatkan boleh atau tidaknya uang, diwakafkan. Ada sebagian ulama yang membolehkan wakaf uang, dan sebagian ulama melarangnya, dan masing-masing mempunyai alasan yang memadai. Meskipun wakaf uang sudah dikenal pada masa Imam Mazhab, namun wakaf uang baru akhir-akhir ini mendapat perhatian para ilmuan dan menjadi bahan kajian intensif. Di berbagai Negara Wakaf Uang sudah lama menjadi kajian, dan bahkan sudah dipraktekkan serta diatur dalam peraturan perundang-undangan.Yang menjadi masalah di berbagai tempat baik di Indonesia maupun di Negara lain adalah pengelolaannya. Tidak jarang Wakaf dikelola dengan manajemen yang kurang bagus sehingga dapat mengakibatkan Wakaf tersebut berkurang atau hilang. Padahal Wakaf sebagai harta Allah tidak boleh berkurang sedikitpun. Agar Wakaf dapat dikelola oleh Nazhir yang profesional dan harta wakafnya dapat berkembang dengan baik, maka wakaf harus dikelola secara transparan dan akuntabilitas .


Penulis mengambil contoh wakaf Produktif dalam bentuk wakaf uang. Wakaf dalam bentuk uang, dipandang sebagai salah satu pilihan yang dapat membuat wakaf mencapai hasil lebih banyak. Karena dalam Wakaf Uang ini, uang tidak hanya dijadikan sebagai alat tukar –menukar saja. Lebih dari itu, uang merupakan komoditas yang siap menghasilkan dan berguna untuk pengembangan aktivitas perekonomian yang lain. Wakaf Uang juga dipandang dapat menghasilkan sesuatu yang lebih banyak. Secara ekonomi, Wakaf Uang ini sangat besar potensinya untuk dikembangkan, karena dengan model Wakaf Uang ini daya jangkau serta mobilisasinya akan lebih jauh merata di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan model wakaf tradisional (wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan). Sebab wakaf dalam bentuk tanah dan bangunan hanya dapat dilakukan oleh keluarga atau individu yang terbilang mampu (kaya) saja. Lingkup wakaf tunai menjanjikan kemanfaatan yang lebih baik yang dapat diperoleh dari sumber-sumber wakaf selain pemanfaatan hasil pengelolaan Wakaf, Wakaf Tunai juga dapat memperluas jangkauan pemberi wakaf dan peningkatan produktifitas harta wakaf .

Pengelolaan dana wakaf uang sebagai alat untuk investasi menjadi menarik, karena faedah atau keuntungan atas invesatsi menjadi menarik. Karena faedah atau keuntungan yang akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana saja (baik lokal, regional maupun internasional). Hal ini dimungkinkan karena faedah atas investasi tersebut berupa uang tunai (cash) yang dapat dialihkan kemanapun. Di sisi invesatsi atas dana wakaf tersebut dapat dilakukan dimana saja tanpa batas Negara. Hal inilah yang diharapkan mampu meningkatkan keharmonisan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin. Isu kemashlahatan sosial yang diusulkan dalam wacana wakaf uang memunculkan akar dan subtansi masalah sosial, berupa keadilan ekonomi yang ternyata gagal dimanefestasikan oleh teori pembangunan Kapitalis dan Marxis . Gagasan Wakaf Uang dipopulerkan kembali melalui pembentukan Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang dikemas dalam meakanisme instrument Cash Waqf Certificate telah memberikan kombinasi alternative solusi mengatasi krisis kesejahteraan yang ditawarkan Chapra dan Prof. M.A. Mannan.

Model wakaf tunai dianggap tempat memberikan jawaban yang menjanjikan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi krisis ekonomi di tengah kegalauan policy (Kebijakan) pemberian intensif Tax Holiday untuk merangsang masuknya modal asing. Yang memiliki potensi besar untuk menjadi sumber pendanaan abadi guna mengelakkan bangsa dari para jerat utang dan bergantung kepada luar Negeri. Wakaf Tunai sangat relevan memberikan model Mutual Fund melalui mobilisasi dana abadi yang dikelola secara professional yang amanah dalam fund managementnya di tengah keraguan terhadap pengelolaan wakaf serta kecemasan krisis investasi domestic dan Syndrome Capital Flight yang difasilitasi.

Di Indonesia Gerakan Wakaf Uang ini awalnya sudah dijalankan oleh beberapa lembaga filantropi diantaranya, Dompet Duafa Republika, Tabung Wakaf Indonesia (TWI), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), dll. Lembaga ini mempunyai misi kemanusiaan membantu golongan dhuafa melalui Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf (ZIAWAF). Lebih lanjut Dompet Dhuafa diperkenalkan pula wakaf investai dan sekaligus mendirikan tabungan wakaf Indonesia sebagai pengelola begitu pula Badan Wakaf Indonesia (BWI) telah mengelola wakaf produktif dalam bentuk uang yang dikelola oleh lima Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) sebagai penerima wakaf uang diantaranya Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah, Bank Muamalat, Bank DKI Syari’ah, Bank Mega Syari’ah. Yang pengelolaanya akan diberdayakan oleh rumah sakit ibu dan anak yang berada di Taktakan raya, Kelurahan Lontar Baru Kecamatan Serang Kabupaten Serang Banten. Dana pengelolaan Wakaf Uang yang dimilki oleh BWI saat ini sebesar Rp.2.500.000.000 yang rencananya akan dikelola untuk Pengembangan Wakaf benda tidak bergerak yang sudah ada, seperti Pengembangan Bidang Kesehatan, Pendidikan, Bidang Perekonomian Rakyat, Bidang Peternakan, Bidang Pertambangan dan Bidang lain yang dapat dikembangkan lagi melalui Wakaf Benda Bergerak dan Benda Tak Bergerak yang sudah dicanangkan oleh BWI hingga hari ini.

Maka Gerakan Wakaf Uang menjadi alternatif atas pengelolaan wakaf di tengah krisis ekonomi, dan berakibat menurunnya rupiah pada merosotnya pendapatan perkapita dan mengakibatkan jumlah penduduk miskin semakin meningkat. Disadari secara luas bahwa dampak krisis ekonomi berdampak negatif pada status kesehatan masyarakat baik secara fisik maupun non fisik maka alternatife. Maka Wakaf Uang sebagai investasi sosial perlu mendapatkan pengawasan terhadap pengelolaan harta wakaf tersebut yang indikasinya harta wakaf tersebut dapat memberikan andil atas nasib kaum Mustadh’afin di Indonesia.

Refrensi:
Penulis menggunakan Term “Mustadha’fin”, karena kemiskinan/ kelemahan dan ketidakberdayaan yang dialami oleh rakyat Indonesia adalah kelemahan dari segi ekonomi dan politik rakyat yang terjadi di Indonesia, lebih diakibatkan karena kemiskinan Struktural yang direkayasa oleh Pemerintah/Negara sehingga akses kesejahteraan dan keadilaan tidak bisa di tempatkan pada tempatnya. Dampak yang lebih serius adalah terjadinya kemiskinan pada masyarakat Indonesia, di tangah melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki saat ini. Makna mustadh’afin adalah mereka orang-orang yang tertindas, teraniaya dan terlemahkan oleh sistem Negara. Dalam terminologi al-Qur’an mereka adalah pemimpin umat manusia di muka bumi. Sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an dalam surat Al-Qashas: 4, 5. Al’araf:150, 75,137. Saba’:31-33. Annisa: 75, 97-98, Al-Anfal:26. Dalam konteks keindonesiaan mereka adalah kaum mayoritas termiskinkan oleh sistem politik, sosial dan budaya seperti petani, buruh, nelayan korban lingkungan, kaum urban yang termiskinkan dan khususnya umat islam yang menjadi penduduk mayoritas yang benar-benar tidak berdaya atas telikungan system kapitalisme global yang saatini mencengkeram mereka. Secara Etimologi mustadh’afin berasal dari kata dza, ‘a, fa, berarti lemah, kemudian ditambah dengan hamzah washol, fa, sin, ta’ bermakna tahawul artinya terlemahkan. Karena kedudukannya sebagai isim fa’il maka berarti orang yang terlemahkan oleh kondisi lingkungan yang dilingkupioleh sistem yang berlaku. Lihat Muhammad Ma’shum, Amtsilah Tashrifiyyah, Jombang; Darul hifdzil salafiyyah, 1994, h. 31.
Penulis mengkhususkan pembahasan pengelolaan wakaf uang dalam diskursus wakaf produktif dalam bab analisis ini.
Dr. Bahesti, Kepemilikan dalam Islam, Teheran: Foundation of Islamic Thought, 1988, h. 9.
Abul ‘Ala Al-Maududi, Asas Ekonomi Islam, Surabaya: PT Bina Ilmu Surabaya, 2005, h. 7.
Tim Depag, Kumpulan Khutbah Wakaf, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Jenderal Bimbingan Islam Departemen Agama RI, 2008. h.51.
Ibid., hal. 52.
Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Attanbih fi Al-Fiqh Al-Syafi’i, Beirut-Libanon, tt, h. 201.
Tim Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI: 1979, h. 798.
al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Semarang, Maktabah wa Matba’ah Hasyim Putra, tt, h. 128.
Tim Depag, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Bimbingan Masyarakat Islam, 2008, h.1.

Tim Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Berderma Untuk Semua Wacana dan Praktik Filantropi Islam, Jakarta: 2003, h. 247.
Ahmad Djuneidi dan Thobib Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mumtaz Publishing, 2008, h.10.
Tim Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Tim Depag, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Bimbingan Masyarakat Islam, 2008, h.1.
Ibid.,h.86.
Amelia Fauzia. dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial Studi tentang Potensi,Tradisi,dan Pemanfaatan Filantropi Islam di Indonesia, Jakarta: Center for Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2006, h. 3.
Hasil Survei Penulis Ketika Penelitian di BWI Jakarta pada Tanggal 20 April 2010. Yang terkandung dalam Compact Disc Digital Video dalam tema “ Gerakan Pemberdayaan Wakaf Produktif “yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI Tahun 2008.
Makalah hasil seminar “Membangunn Akuntabilitas Lembaga Pengelola Wakaf “ yang diselenggarakan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 8 April 2010. Ditulis oleh Prof. Uswatun Hasanah, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta.
Ibid., h: 2.
Ahmad bin Abdul ‘Azis, Waqfunnuqud wa Istismariha, Cairo: Darul Fikr, 2000, h. 38.
Sistem kapitalis prinsipnya individu itu adalah pemilik tunggal dari apa yang telah diperolehnya, tidak ada hak atasnya bagi orang lain, dan dia berhak mengaturnya sesuai dengan kehendaknya. Dan diantara haknya ialah bahwa ia boleh menumpuk sarana-sarana produksi yang dapat dijangkaunya, dan tidak boleh membelanjakannya kecuali untuk hal-hal yang mendatangkan keuntungan.
Marxis atau Komunis prinsipnya adalah sasaran produksi ditetapkan menurut tujuan yang ditentukan oleh Negara, misalnya memproduksi untuk perang atau menaikkan tingkat hidup untuk masa. Dengan demikian gerakan harga dan pendapatan mengatur proses produksi tidak diizinkan. Dalam komunisme,konsumsi maupun produksi akan dikendalikan secara produktif, sedangkan uang, harga, upah, serta pertukaran bebas akan dihapuskan.
M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai, Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Jakarta, CIBER, PKTTIUI, 2001, h.20-21.
Ibid.,h.15 .
Brosur yang diperoleh Penulis pada tanggal 23 April 2010, dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) bertema “Kini Wakaf Uang Untuk Kesejahteraan Masyarakat Dan Investasi Akhirat.” Yang mempromosikan tentang cara mudah Wakaf Uang melalui LKS (Lembaga Keuangan Syari’ah) Penerima Wakaf Uang.
Data diperoleh dari Wawancara dengan Prof. Suparman Ibrahim Abdillah, MA (Wakil Bendahara BWI) Pada tanggal 23 April 2010 di Kantor BWI Jl. Pondok Gede Raya, Pinang Ranti Jakarta 13560.


Oleh: Muhammad Yusuf, S.H.I
(Nadzir Badan Wakaf Nusantara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar